26 Desember 2011

PPh Pasal 22 (Bagian 1) .

Berikut akan kami turunkan tulisan mengenai PPh Pasal 22. tetapi karena panjangnya tulisan, maka akan kami sajikan dalam beberapa Bagian.

1. Dasar Hukum :

a. Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
b. KMK-254/KMK.03/2001
c. KMK-392/KMK.03/2001
d. KMK-236/KMK.03/2003
e. PMK-154/PMK.03/2007
f. PMK-08/PMK.03/2008
g. PMK-210/PMK.03/2008
h. KEP-523/PJ./2001
i. KEP-25/PJ./2003
j. KEP-23/PJ./2009
k. PP-138 Tahun 2000
l. PMK-184/PMK.03/2007


2. Pengertian PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:

a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;

b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan

c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.


3. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah :

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;

3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;

4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;

5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.

7. Badan usaha Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

8. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.


4. Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah:

a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;

b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai yaitu:

1) barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;

2) barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;

3) barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;

4) barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;

5) barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

6) barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;

7) peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

8) barang pindahan;

9) barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;

10) barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;

11) persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

12) barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

13) Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);

14) buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

15) kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;

16) pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;

17) kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;

18) peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;

c. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;

d. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah

e. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos

f. emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor

g. pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;

h. impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

i. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf f dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf d, e, g, h dan i dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).


5. PPh Pasal 22 atas Wajib Pajak yang Tidak ber NPWP
Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.


(Bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar